Rabu, 08 Agustus 2012

DAGING AWETAN


Daging adalah urat yang melekat pada kerangka kecuali urat dari bagian bibir, hidung dan telinga dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging terdiri dari otot, jaringan penghubung dan jaringan lemak.
Daging merupakan salah satu bahan pangan bergizi tinggi disamping telur, susu dan ikan. Daging mengandung protein, lemak, mineral, air serta vitamin dalam susunan yang berbeda tergantung jenis makanan dan jenis hewan. Hewan yang berbeda mempunyai komposisi daging yang berbeda pula. Komposisi daging terdiri dari 75% air, 18% protein, 4% protein yang dapat larut (termasuk mineral) dan 3% lemak. Ternak rata-rata menghasilkan karkas (bagian badan hewan) 55%, macam-macam hasil sampingan 9%, kulit 6% dan bahan lainnya 30%. Daging yang baik ditentukan oleh warna, bau, penampakan dan kekenyalan. Semakin daging tersebut lembab atau basah serta lembek (tidak kenyak) menunjukan kualitas daging yang kurang baik.
Pengawetan daging merupakan suatu cara menyimpan daging untuk jangka waktu yang cukup lama agar kualitas maupun kebersihannya tetap terjaga. Tujuan pengawetan adalah menjaga ketahanan terhadap serangan jamur (kapang), bakteri, virus dan kuman agar daging tidak mudah rusak. Ada beberapa cara pengawetan yaitu: pendinginan, pelayuan, pengasapan, pengeringan, pengalengan dan pembekuan.
Contoh hasil olahan dan pengawetan daging adalah abon, dendeng sayat, dendeng giling, dendeng ragi, daging asap, kornet, sosis dan sebagainya.

PEMBAHASAN

Dendeng merupakan salah satu produk daging olahan sekaligus produk daging yang diawetkan yang diproduksi di Indonesia secara sederhana dan  mempunyai daya terima yang tinggi di beberapa negara Asia. Pada umumnya  dendeng yang ada di pasaran yaitu dendeng sapi, baik dendeng sapi giling maupun  dendeng sapi iris (Purnomo, 1986).
Proses pembuatan dendeng belum dibakukan, tetapi pada umumnya menyangkut pengirisan daging dengan ketebalan 3 – 5 mm, diikuti pencampuran  dengan garam, gula, serta ramuan bumbu seperti lengkuas, ketumbar, bawang putih, bawang merah yang diikuti dengan proses pengeringan sampai kadar air 25% bk. Seluruh proses tersebut dapat disarikan sebagai kombinasi antara proses kuring dan pengeringan (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981).
Kuring adalah proses pemberian garam dan perendaman dalam larutan  garam. Garam digunakan sebagai bahan pengawet karena garam membantu  mengurangi kadar air dalam daging dan menghambat pertumbuhan bakteri. Garam  juga memberikan cita rasa yang diinginkan. Jika dalam proses kuring hanya  digunakan garam maka produk yang dihasilkan keras, kering, gelap, dan asinsehingga rasanya tidak lezat. Untuk itu perlu penambahan gula untuk melembutkan produk dan mengurangi penguapan air. Gula, selain memberi rasa dan aroma, juga  akan mengurangi rasa asin yang berlebihan dari proses kuring. Akan tetapi dengan  adanya gula akan menimbulkan reaksi Maillard yang menyebabkan warna coklat pada daging sehingga menambah aroma dan cita rasa pada dendeng. Sering berbagai macam bumbu seperti ketumbar dan bawang putih ditambahkan pada bahan kering.  Bawang putih selain penambah cita rasa juga bersifat bakteriostatik. Komponen  bumbu mengakibatkan cita rasa yang lebih disukai (Desroiser, 1977).
Akibat proses pengolahan tersebut, maka nilai kalori produk menjadi lebih dari dua kali lipat jika dibandingkan dengan daging merah. Selain itu terjadi peningkatan kadar protein dan karbohidrat (per berat basah) sejalan dengan menurunnya kandunga air. Di samping itu juga terjadi peningkatan kadar kalsium, fosfor, serta zat besi, sedangkan vitamin A menjadi rusak total (Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI, 1981). Komposisi daging sapi dan dendeng sapi disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi daging sapi dan dendeng sapi tiap seratus gram bahan
Komponen
Daging sapi
Dendeng Daging Sapi
Kalori (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
207
18,8
14
0
11
170
2,8
30
0,08
0
66
433
55
9
10,5
30
370
5,1
0
0
0
25
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981)

Menurut standar perdagangan (SP) -148-1982, dendeng sapi disajikan dalam dua bentuk, yaitu dendeng sapi irisan dan dendeng sapi giling yang masing-masing digolongkan dalam dua jenis mutu, yakni Mutu I dan Mutu II (Palupi, 1986).



Tabel 2. Syarat Mutu Dendeng Sapi
Karakteristik
Syarat
Cara Pengujian
Mutu I
Mutu II
Warna dan bau      
                               
Kadar air, % (bobot-bobot) maksimum
Protein % (bobot/bobot kering) minimum
Abu tdk larut dlm asam (bbt-bbt kering) maks
Benda asing % (bbt-bbt kering) maks
Kapang dan Serangga
Khas dendeng sapi
12
30

1

1
Tidak tampak



12
25

1

1
Tidak tampak


SP-SMP-193-1997
SP-SMP-79-1975

SP-SMP-ISI-1976
               
SP-SMP-S-1976
Organoleptik

Dendeng termasuk makanan yang dibuat dengan cara pengeringan dan digolongkan dalam golongan  Intermediate Moisture Food (IMF), yaitu sutau makanan yang mempunyai kadar air antara 15 – 50%, bersifat plastis & tidak kering.
Dendeng seringkali mengalami kerusakan seperti timbulnya ketengikan warna coklat yang kurang menarik dan kontaminasi mikroorganisme. Ketengikan dapat terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Kontaminasi mikroba pada dendeng dapat terjadi pada setiap tahap dalam pengolahannya, terutama sebelum tahap pengeringan.

PENYIMPANAN DAGING
Daging sangat memenuhi syarat untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan mikroorgansime, karena mempunyai kadar air atau kelembaban yang tinggi, adanya oksigen, tingkat keasaman dan kebasaan (pH) serta kandungan nutrisi yang tinggi. Karena itu daging sangat mudah mengalami kerusakan apabila disimpan pada suhu kamar (Winarno et al, 1980; Soeparno, 1992; Sudarisman & Elvina, 1996).
Selanjutnya Winarno (1993) menjelaskan bahwa sel-sel yang terdapat dalam daging mentah masih terus mengalami proses kehidupan, sehingga di dalamnya masih terjadi reaksi-reaksi metabolisme. Kecepatan proses metabolisme tersebut sangat tergantung pada suhu penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut berlangsung dan semakin lama daging dapat disimpan. Di samping itu suhu penyimpanan yang rendah juga menghambat pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada permukaan daging.
Siswani (1984) melaporkan bahwa daging segar atau mentah tanpa pendinginan yang disimpan pada suhu kamar (27 C) hanya dapat bertahan selama 25 jam dan lebih dari itu sudah menunjukkan adanya pembusukan pada daging tersebut. Sejalan dengan itu Buckle et al (1985), menyatakan daging segar dalam suhu kamar hanya mampu bertahan 1 – 2 hari. Oleh karena itu bila masih ingin disimpan selama 1 minggu maka daging tersebut harus diolah untuk menghasilkan berbagai bentuk baru atau dilakukan pengawetan dengan menggunakan bahan pengawet kimia. Dengan demikian proses kerusakan dapat dihambat dan usia simpan dapat diperpanjang melalui penyimpanan yang sesuai untuk daging olahan, seperti dendeng daging sapi, agar kualitasnya dapat dipertahankan pada penyimpanan suhu kamar. Sudarisman dan Elvina (1996) menyatakan agar dendeng sapi dapat tahan lama, disimpan dalam kondisi tertutup rapat dan tidak lembab. 

PENUTUP

Sebagai tujuan memperpanjang daya simpan dan untuk meningkatkan cita rasa daging sapi yang sesuai dengan selera konsumen serta dapat mempertahankan nilai gizinya maka daging sapi dapat diolah dan diawetkan menjadi dendeng. Sehingga dengan diolah dan diawetkan menjadi dendeng maka rantai pemasaran daging tersebut dapat diperluas.
Dendeng daging sapi iris yang disimpan selama 30 hari pada suhu kamar (27C) mempunyai mutu yang lebih baik, dimana kadar airnya 13. 62%, nilai pH 4.9, kadar peroksida 4.61 Meq/g, kadar protein 28.72%, total bakteri 1.96 CFU/g, total jamur 2.53 CFU/g , dan nilai cita rasa 2.17 yang memiliki rasa disukai, dibandingkan dengan dendeng daging sapi giling (Soputan, 2000).
Untuk itu, dendeng perlu dikembangkan sebagai salah satu alternatif mengawetkan daging dengan menggunakan sinar matahari yang mudah dan murah, khususnya bagi masyarakat pedesaan yang merasa metode pendinginan dan pembekuan masih mahal.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle K A, R A Edwards, F G Fleet and Wooton. 1985. Food Science. Terjemahan Hari P A. UI Press, Jakarta.
Desrosier N W. 1997. technology, Elements of Technology. The Avi Publishing
Company. Inc Westport Connecticut.
Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan  Makanan. Bhatara Karya Aksara, Jakarta.
Palupi W D E. 1986. Tinjauan Literatur Pengolahan Daging. LIPI, Jakarta.
Purnomo H. 1986. Aspects of The Stability of Intermediate Moisture Meat-Ph D.
Thesis. The University of New South Wales, Australia.
Siswani. 1984. Pengaruh Waktu dan Suhu Penyimpanan terhadap Proses Pembusukan Daging Sapi. Skripsi FKH. IPB, Bogor.
Soputan J E M. 2000. Perubahan Mutu Dendeng Sapi selama Penyimpanan pada
Suhu Kamar. Tesis PPs. Unsrat, Manado.
Sudarisman T dan A R Elviana. 1996. Petunjuk Memilih Produk Ikan dan Daging.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
Winarno F G, S Fardiaz, dan D Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar