Jumat, 05 November 2010

Perundang-Undangan Penyakit Rabies

TUGAS PERUNDANG-UNDANGAN KEB. & PEMB. PETERNAKAN

“ PENYAKIT RABIES ”

Jurusan/Program Studi Peternakan











Oleh :
Agung Wicaksono H 0507014
Muji Sumiyati H 0507054
Yuli Wulandari H 0508018


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENDAHULUAN

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies terutama anjing, kucing dan kera. Sampai kini hanya 5 Propinsi di Indonesia bebas historis rabies, yaitu Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Irian Jaya. Sejak tahun 1994 propinsi yang tadinya endemis rabies, telah dibebaskan dari rabies pada manusia pada hewan yaitu di Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta sampai saat ini ada 18 propinsi yang belum bebas kasus rabies. Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT. Jumlah rata-rata per tahun kasus gigitan pada manusia oleh hewan penular rabies (1995-1997) 15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57 %) divaksinasi anti rabies (VAR) dan 662 (1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun ( 1995 - 1997). Ditemukan rata-rata pertahun 59 kasus rabies pada manusia, sedangkan 22,44 spesimen dari hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukkan positif rabies.
Mengingat akan adanya bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman masyarakat karena dampak buruknya yang selalu diakhiri dengan kematian, maka usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan. Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan Nasional dan merupakan kerjasama kegiatan 3 (tiga) Departemen, yaitu Departemen Pertanian (Ditjen Peternakan), Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUOD) dan Departemen Kesehatan (Ditjen PPM & PLP), sejak awal Pelita V 1989 hingga diperpanjang sampai dengan tahun 2005.






PEMBAHASAN

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia ataupun sebaliknya. Penyakit ini disebabkan oleh Rabdhovirus dan ditularkan melalui gigitan hewan pembawa dan dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia serta mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang berujung pada kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah. Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia, karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini. Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau kelumpuhan total.

1. GEJALA
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup celana pendek, atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.
Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang menghirup udara di dalam goa yang terdapat banyak kelelawar. Orang atau hewan tergigit menjadi sakit setelah 7 hari sampai bulanan/tahunan (rata-rata 14-90 hari) tergantung pada tempat gigitan, kedalaman luka, galur virus dan kondisi tubuh. Pada anjing, virus sudah dikeluarkan pada air liur bahkan sebelum gejala klinis kelihatan. Gejala awal rabies pada anjing sering tidak jelas diantaranya adalah perubahan tingkah laku hewan dari jinak menjadi galak, mengembara hingga puluhan Km, dari galak menjadi jinak. Gejala rabies yang sebenarnya: galak, agresif (mengejar segala benda/orang yang bergerak), menggigit dan menelan segala macam barang (seperti batu, kayu, bungkus rokok, dll), air ludah mengalir, meraung-raung, leher dan rahang lumpuh, ekor “menggantung”, kejang-kejang, mati.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam. Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-kadang juga disebut hidrofobia (takut air).
2. GEJALA KLINIS
a. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan selama beberapa hari.
b. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka. Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsang sensorik.
c. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah hidrofobi. Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat telinga penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
d. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
3. DIAGNOSA
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi. Immunofluoresensi (tes antibodi fluoresensi) yang dilakukan terhadap hewan tersebut. Tes tersebut dapat menunjukkan bahwa hewan tersebut menderita rabies.
Biopsi kulit, pemeriksaan kulit leher dengan cara diperiksa dengan mikroskop, biasanya dapat menunjukkan adanya virus. Setelah virus rabies masuk melalui luka gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak. Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom. Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh, dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan sebagainya.
4. PENCEGAHAN
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
a. Dokter hewan.
b. Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
c. Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies pada anjing banyak ditemukan
d. Para penjelajah gua kelelawar.
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.
Hal yang dapat menekan penyebaran rabies di Bali adalah masyarakat tidak melepasliarkan anjing peliharaannya, misalnya dengan cara dirantai atau dikandangkan. Perlu diperbanyak penyampaian informasi kepada masyarakat tentang penyakit rabies, mulai dari apa itu penyakit rabies, gejala-gejala yang tampak, bahaya dan cara pencegahannya serta pertolongan pertama jika tergigit anjing. Serta sosialisasi tentang pelarangan memasukkan hewan penyebar rabies ke Bali sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali No. 80/2008 kepada masyarakat.
5. PENGOBATAN
a. Penanganan Luka Gigitan Hewan Menular Rabies
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air (sebaiknya air mengalir) dan sabun atau detergent selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain). Meskipun pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di atas.
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu harus dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus, anti biotik untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.
b. Pengobatan Pada Rabies
a) Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies. Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut mungkin saja terinfeksi rabies.
b) Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di tempat gigitan.
c) Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah menjalani vaksinasi.
d) Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin (pada hari 0 dan 2).
e) Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari. Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang, kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru, jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
6. PERAN PEMERINTAH
Kebijakan dalam menangani penyebaran penyakit rabies di Indonesia diantaranya tertera pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1637.1/Kpts/Pd.640/12/2008 Tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Anjing Gila (Rabies) Di Kabupaten Badung Provinsi Bali.
Isi dari keputusan ini diantaranya adalah :
a. Menyatakan berjangkitnya wabah penyakit anjing gila (rabies) di Kabupaten Badung, Provinsi Bali .
b. Menyatakan kabupaten/kota lain dalam wilayah Provinsi Bali merupakan daerah bebas terancam wabah penyakit anjing gila (rabies). Dari hasil pemeriksaan PCR (Polimerase Chain Reaction), FAT (Fluorescence Antibody Test), dan IHK (Imunohistokimia), Bali dinyatakan positif sebagai daerah tertular rabies. Menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, pemerintah melalui Peraturan Mentri Pertanian No. 1637/2008 menyatakan Bali sebagai daerah wabah rabies. Hal ini juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Bali dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali No. 80/2008 tentang penutupan sementara pemasukan atau pengeluaran anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya dari dan ke provinsi Bali per 1 Desember 2008.
c. Pada daerah tertular dilakukan tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit anjing gila (rabies) secara terkoordinasi dengan instansi terkait yang kompeten dibidangnya sesuai Keputusan Bersama Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 279A/Men.Kes/SK/VIII/1978; Nomor 522/Kpts/UM/8/78;Nomor 143 Tahun 1978 serta teknis pelaksanaanya.
Selain itu, dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan juga menyebutkan mengenai Kebijakan Pemerintah yaitu tercantum pada Bab V tentang Kesehatan Hewan, Pasal 39 – 54. Dan juga terdapat pada Bab VI mengenai Kesehatan Masyarakat Veteriner, yaitu Pasal 56 – 65.





PENUTUP

Dari hasil pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai penyakit rabies yang terjadi di Indonesia, diantaranya :
a) Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia ataupun sebaliknya dan disebabkan oleh Rabdhovirus dan ditularkan melalui gigitan hewan pembawa dan dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia serta mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang berujung pada kematian.
b) Gejala penyakit ini biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun.
c) Terdapat 4 Stadium pada kejadian penyakit Rabies, yaitu : Stadium Prodromal, Stadium Sensoris, Stadium Eksitasi, Stadium Paralis.
d) Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus.
e) Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler.
f) Terdapat beberapa Ketetapan Pemerintah dalam menangani penyebaran penyakit rabies di Indonesia.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010 . http://www.kaskus. com. Diakses pada tanggal 2 September 2010
.2010. http://id.ekads.net/kembalikan-baliku-bebas-rabies. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/08/27/brk,20100827-274388,id.html. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals/Penyakit-rabies.com. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://www.sigapbencana-bansos.info/berita/497-kadistan-ditemukan-28-kasus-rabies-di-pekanbaru.html. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://lawan.us/search/kabar terbaru rabies. com. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://www.penanggulangan rabies. com. Diakses pada tanggal 2 September 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar