BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dunia peternakan
khususnya bidang perunggasan dituntut untuk menghasilkan produk peternakan yang
kualitas dan kuantitasnya harus tinggi, baik itu dari daging maupun telur.
Untuk memenuhinya maka harus tersedia unggas dalam jumlah yang banyak pula.
Jika hanya bergantung secara alami, maka jumlah unggas yang dibutuhkan tidak
tercapai, oleh karena itu diperlukan teknologi yang dalam waktu yang singkat
dapat menghasilkan anakan unggas dalam jumlah yang banyak. Hal ini dapat
dilakukan dengan penetasan telur memakai mesin tetas.
Mesin penetas
atau inkubator ada yang berbentuk sederhana, semi
otomatis dan modern. Alat ini dapat menetaskan telur dalam jumlah banyak dan
memiliki kapasitas yang bervariasi yaitu dari 100 sampai 10.000 butir. Dengan
menggunakan mesin tetas dapat mendorong industri perunggasan dalam penyediaan
bibit unggul dalam jumlah besar dan dalam waktu yang bersamaan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi daya tetas perlu diketahui untuk mengukur tingkat keberhasilan
suatu penetasan.
Telur tetas
merupakan telur yang didapatkan dari induknya yang dipelihara bersama pejantan
dengan perbandingan tertentu. Salah satu jenis unggas yang dapat menghasilkan
telur setiap hari yang telah kita kenal adalah ayam kampung. Penetasan telur
ayam kampung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penetasan telur dengan induk
dan menggunakan mesin penetas atau incubator. Menetaskan telur berarti
mengeramkan telur agar menetas dengan tanda kerabang telur terbuka atau pecah
sehingga anak dapat keluar dan hidup. Penetasan secara alami melalui induk
kurang efektif dan efisien karena terbatasnya telur yang dapat ditetaskan dalam
waktu tertentu
Pada prinsipnya
penetasan telur dengan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti
telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi
telur. Dalam proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan
di banding dengan penetasan secara alami, yaitu : dapat dilakukan
sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan
anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan
seleksi pada telur (Yuwanta, 1983).
Hal-hal yang
mendukung keberhasilan dari penetasan dengan mesin tetas antara lain adalah
telur tetas itu sendiri harus telur yang fertil yaitu telur dari betina yang di
kawini pejantan, suhu dalam mesin tetas sekitar 38°C, kelembaban 70%, sirkulasi udara dalam mesin
tetas lancar, pemutaran telur dan juga candling yaitu peneropongan telur selama
proses penetasan sehingga dapat diketahui pertumbuhan embrionya.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari
praktikum teknologi penetasan unggas adalah :
1. Mengetahui tata laksana seleksi telur tetas
ayam kampung.
2. Mengetahui tata laksana penetasan telur tetas
ayam kampung.
3. Mengetahui cara penggunaan mesin tetas.
BAB II. TINJUAN PUSTAKA
A. Persiapan Penetasan
Sebelum memulai usaha penetasan telur
ayam ini perlu dipertimbangkan terlebih dahulu jenis telur ayam apa yang akan
ditetaskan. Ada beberapa kebutuhan pasar ayam antara lain ayam petelur, ayam pedaging,ayam kampung, ayam hias (cemani,
ayam mutiara, ayam kate dan lain-lain). Masing-masing memiliki
kelemahan dan kelebihan, tetapi dari segi manajemen penetasan dan
operasionalnya hampir sama. Misalnya saja ayam pedaging dan ayam petelur,
biasanya kelompok ayam ini dipelihara dalam jumlah yang besar oleh satu
peternak, jumlahnya mencapai ribuan sehingga kebutuhan akan DOC (Day
Old Chicken) juga besar. Daging dan telur kelompok ayam ini cukupbanyak
diminta oleh pasar (Anonim, 2010).
Proses penetasan sebelum dimulai ada
baiknya memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : Seleksi atau pemilihan
telur tetas. Meliputi : berat telur, bentuk telur, keadaan kulit telur, rongga
udara, umur telur dan cara penyimpanannya Kemudian memperhatikan faktor penentu
penetasan yang meliputi panas, air, pergerakan udara dan operator mesin tetas.
Bisa juga ditambahkan kegiatan penyucihamaan ruangan mesin tetas. Kemudian
persiapan memasukkan telur ke dalam mesin tetas yang meliputi pengaturan suhu
dan kelembaban, dan mempersiapkan pemanas cadangan apabila mesin tetas yang
dipakai bertipe hibryd (dua pemanas) (Anonim, 2010).
B. Proses Penetasan
Menjaga agar kestabilan suhu saat mengeram, ayam selalu
bergerak atau bergeser, terutama pada 5-6 hari pertama pengeraman. Tidak sampai
lima jam, ayam akan bergerak atau bergeser lagi. Jika masih terlalu panas,
telur yang dierami akan dibalik dengan kepala dan lehernya. Proses pembalikan
ini bertujuan untuk meratakan suhu dan melawan gaya gravitasi, sehingga posisi
embrio di dalam telur tetap baik. Proses pembalikan telur biasanya dilakukan
tiga kali dalam sehari, tergantung pada peningkatan suhu di dalam telur
(Anonim, 2010).
Pengetesan fertilitas telur adalah
suatu hal yang perlu dilakukan. Hal ini terutama diperlukan untuk menentukan
jumlah telur yang fertile untuk terus ditetaskan sedangkan yang tidak fertile
atau tidak bertunas harus disingkirkan karena tidak berguna dalam proses
penetasan dan bahkan Cuma buang buang tenaga dan tempat saja. Padahal tempat
yang ada dapat dimanfaatkan untuk telur telur fertile yang lain atau yang baru
akan ditetaskan (Anonim, 2010).
C. Tahap Akhir Penetasan
BAB III.
MATERI DAN METODE
Praktikum Teknologi Penetasan Unggas dilaksanakan pada tanggal 23 April sampai 09 Mei 2010 di
Kandang Percobaan Jurusan Peternakan, Jatikuwung, Kec. Gondang Rejo, Kab.
Karanganyar.
A. Materi
Alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah mesin tetas, sapu, kain lap, gunting, lakban, semprotan (Sprayer), disinfektan/”anti
septik”, nampan air, thermoregulator, thermometer, mangkuk plastik, lampu
bolam, . Sedangkan bahan yang digunakan
adalah telur tetas ayam sebanyak 30 butir, berasal dari daerah Kebak Kramat,
B. Metode
Metode yang digunakan
dalam praktikum
adalah praktik penetasan langsung di laboratorium, dengan kegiatan yang terdiri
dari :
a. Mesin tetas dikeluarkan ke tempat yang lapang
untuk memudahkan pembersihan.
b. Membersihkan bagian dalam mesin dengan
menggunakan sapu.
c. Membersihkan bagian luar mesin dengan
menggunakan kain
lap yang diberi sedikit air.
d. Menyemprotkan disinfektan yang sudah
dicampur air ke semua bagian mesin tetas.
a
Membersihkan
telur dari kotoran yang menempel.
b
Meletakkan
thermometer ditengah rak telur.
c
Menghubungkan mesin
tetas dengan daya listrik dan mengecek lampu sampai menyala semua.
d
Memasukkan
nampan yang telah berisi air ke dalam mesin dan dibiarkan selama 3 hari untuk
memberikan kesempatan penyerapan panas menjadi konstan dan suhu ideal tercapai.
e
Memasukkan
telur yang sudah dibersihkan apabila suhu sudah stabil.
f
Menandai
telur pada ketiga sisinya untuk mempermudah pembalikan.
BAB
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penetasan
- Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan Telur Tetas
No
|
Kualitatif
|
Kuantitatif
|
||||||
Kondisi
|
Kebersihan
|
Bentuk
|
Warna
|
Berat
(gram)
|
Panjang
(mm)
|
Lebar
(mm)
|
Index (%)
|
|
1
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
43
|
5,23
|
3,19
|
75
|
2
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
47
|
5,35
|
4,19
|
78
|
3
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
42
|
5,22
|
3,85
|
74
|
4
|
Baik
|
A
|
Oval
|
Putih
|
36
|
4,96
|
3,78
|
76
|
5
|
Baik
|
A
|
Oval
|
Putih
|
38
|
5,0
|
3,78
|
76
|
6
|
Baik
|
A
|
Oval
|
Putih
|
38
|
4,96
|
3,72
|
75
|
7
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
34
|
4,80
|
3,68
|
77
|
8
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
41
|
5,78
|
3,80
|
66
|
9
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
39
|
5,10
|
3,80
|
74
|
10
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
36
|
4,76
|
3,66
|
76
|
11
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
42
|
5,30
|
3,86
|
73
|
12
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
30
|
4,68
|
3,50
|
75
|
13
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
31
|
5,0
|
3,40
|
68
|
14
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
30
|
4,66
|
3,48
|
75
|
15
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
43
|
5,30
|
3,88
|
73
|
16
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
32
|
4,80
|
3,60
|
75
|
17
|
Baik
|
A
|
Oval
|
Putih
|
41
|
5,20
|
3,86
|
74
|
18
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
46
|
5,18
|
3,98
|
77
|
19
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
41
|
5,25
|
3,76
|
72
|
20
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
41
|
4,98
|
3,88
|
78
|
21
|
Baik
|
D
|
Oval
|
Putih
|
48
|
5,40
|
4,0
|
75
|
22
|
Baik
|
D
|
Oval
|
Putih
|
42
|
5,10
|
3,88
|
76
|
23
|
Baik
|
C
|
Oval
|
Putih
|
47
|
5,5
|
4,0
|
73
|
24
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
45
|
5,5
|
3,90
|
71
|
25
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
45
|
5,16
|
3,98
|
77
|
26
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
33
|
4,6
|
3,60
|
78
|
27
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
32
|
4,86
|
3,64
|
75
|
28
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
31
|
4,48
|
3,58
|
80
|
29
|
Baik
|
B
|
Oval
|
Putih
|
33
|
5,06
|
3,60
|
71
|
30
|
Baik
|
A
|
Oval
|
Putih
|
30
|
4,78
|
3,38
|
70
|
Keterangan:
A = Sangat bersih
B = Bersih
C = Cukup bersih
D = Kotor
Sumber: Laporan Sementara Praktikum Teknologi Penetasan
Unggas 2010
Gambar 1. Mesin Tetas
- Pembahasan
Dalam mempersiapkan penetasan telur,
banyak hal yang harus dijadikan pertimbangan. Mulai dari persiapan mesin tetas
sampai pada pemilihan telur yang akan ditetaskan. Mula- mula yang harus
diperhatikan yaitu pada kerabang telur. Telur yang akan ditetaskan diusahakan
mempunyai warna kerabang yang seragam, tidak retak, tidak kotor, teksturnya
halus, dan berbentuk bulat atau oval. Telur yang baik untuk ditetaskan adalah telur yang berukura sedang, tidak
terlalu besar atau terlalu kecil, tidak terlu bulat ataupun terlalu lonjong.
Ketidaksempurnaan bentuk pada telur
sangat berpengaruh terhadap perkembangan telur tetas. Selain itu, seleksi telur
tetas ini merupakan aktivitas awal yang sangat menentukan keberhasilan
penetasan. Telur tetas yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a.
Telur tetas harus berasal dari
induk (pembibit) yang sehat dan produktivitasnya tinggi dengan sex ratio
yang baik sesuai dengan rekomendasi untuk strain atau jenis ayam.
b.
Umur telur tidak boleh lebih
dari satu minggu. Daya tetas akan menurun sejalan dengan bertambahnya umur
telur.
c.
Kualitas telur fisik telur, meliputi
hal-hal berikut.
1)
Bentuk telur harus normal,
tidak terlalu lonjong atau bulat, ukuran panjang-lebar berbanding 7 : 5.
2)
Berat atau besar telur dan
warna kulit telur harus seragam, sesuai strain atau bangsa.
3)
Telur yang terlalu tipis atau
terlalu poros akan mengakibatkan penguapan isi telur terlalu tinggi sehingga
akan menurunkan daya tetas. Akan tetapi, telur yang terlalu tebal juga akan
mengakibatkan daya tetas menurun karena anak ayam kesulitan memecah kulit
telur.
4)
Telur tetas yang baik permukaan
kulitnya halus, tidak kotor, dan tidak retak.
(Suprijatna, 2005).
Dalam
pelaksanaan praktikum penetasan ini, digunakan 30 butir telur ayam
kampung tetas. Sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, telur di bersihkan
menggunakan kapas yang sudah dibasahi dengan alkohol. Pengelapan telur
dilakukan searah, tidak boleh secara bolak-balik. Telur yang sudah bersih
kemudian diamati warna kerabangnya, kondisi kerabang apakah retak atau tidak,
mengukur panjang telur, lebar telur, berat telur, dan indeks telur.
Kerabang telur sebagian besar
berwarna putih atau beragam kecokelatan. Namun, ayam-ayam dari Amerika Selatan,
Araucana, menghasilkan telur dengan kerabang berwarna hijau atau biru. Pigmen
yang dihasilkan di uterus pada saat kerabang diproduksi bertanggung jawab pada
warna. Warna sangat konsisten untuk setiap ayam, merupakan genetic make-up dari
individu. Beberapa strain ayam menghasilkan telur dengan warna kerabang cokelat
gelap, sedangkan yang lainnya bervariasi keputihan. Pigmen cokelat pada
kerabang telur adalah porhpyrin, secara merata disebarkan ke seluruh kerabang
(Suprijatna, 2005).
Telur yang ditetaskan semua mempunyai
warna kerabang putih, berbentuk oval. Bentuk telur secara umum dikarenakan
faktor genetis. Setiap induk bertelur berturutan dengan bentuk yang sama, yaitu
bulat, panjang, lonjong, dan sebagainya. Beberapa induk secara kontinu bertelur
dengan bentuk yang tidak sempurna. Kategori ketidaksempurnaan bentuk antara
lain benjol-benjol, ceper, bulat pada ujungnya, dan sebagainya.
Ketidaksempurnaan bentuk yang sama akan ditemukan pada setiap telur yang
dihasilkan induk (Suprijatna, 2005).
Telur yang telah dipilih mempunyai
bentuk yang oval dan kerabangnya tidak ada yang retak. Telur dirancang alam
untuk menyediakan semua zat makanan yang diperlukan dalam perkembangan anak
ayam yang sehat dan kuat (Anggorodi, 1985). Pengukuran panjang dan lebar telur
menggunakan jangka sorong. Dari pengukuran tersebut diperoleh rata-rata panjang
telur yaitu 5,06 cm dan rata-rata lebar telur yaitu 3,74 cm. Bentuk telur dapat
dilihat dari indeks telurnya. Indeks telur merupakan perbandingan antara lebar
dengan panjang telur yang dinyatakan dalam persen. Indeks telur yang ideal
adalah 74% (Tri-Yuwanta,
1983).
Indeks telur rata-rata yang diperoleh
dari perhitungan setelah diketahui panjang dan lebar telurnya adalah 74,43%.
Penimbangan berat telur menggunakan timbangan digital, supaya berat dapat
diketahui secara tepat dan kesalahan dalam penimbangan bisa diminimalkan.
Rata-rata berat telur yang ditetaskan yaitu 38,56 g. Berat telur tetas harus
seragam sesuai dengan bangsa dan tipe ayamnya sehingga diharapkan menghasilkan
anak ayam yang seragam dan menetas secara serempak. Untuk ayam ras mempunyai
berat telur 55-60 g dan ayam buras 45-50 g (Nuryati et al., 1998).
B. Proses Penetasan
- Hasil Pengamatan
Tabel 2.1. Data
Pemutaran Telur
Hari
ke-
|
Tanggal
|
Jam
|
Keterangan
|
|||||
07.00
|
09.00
|
11.00
|
13.00
|
15.00
|
17.00
|
|||
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
|
23-04-2010
24-04-2010
25-04-2010
26-04-2010
27-04-2010
28-04-2010
29-04-2010
30-04-2010
1-05-2010
2-05-2010
3-05-2010
4-05-2010
5-05-2010
6-05-2010
7-05-2010
8-05-2010
9-05-2010
10-05-2010
11-05-2010
12-05-2010
13-05-2010
|
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
B
B
B
|
A
A
A
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
|
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
B
B
B
|
A
A
A
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
|
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
A
B
B
B
|
A
A
A
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
B
|
Tidak diputar
Tidak diputar
Tidak diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Diputar
Tidak diputar
Tidak diputar
Tidak diputar
|
Sumber: Laporan
Sementara Praktikum Teknologi Penetasan Unggas 2010
Tabel 2.3 Data Peneropongan Telur
No.
telur
|
Candling I
|
Candling II
|
Candling III
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
|
Mati/kosong
Mati/kosong
Mati/kosong
Mati/kosong
Hidup
Hidup
Mati/kosong
Mati/kosong
Hidup
Hidup
Hidup
Mati/kosong
Hidup
Hidup
Hidup
Hidup
(Dipecah)
Hidup
Hidup
Mati/kosong
Hidup
Mati/kosong
Hidup
Hidup
Mati/kosong
Hidup
Hidup
Mati/kosong
Mati/kosong
Mati/kosong
Mati/kosong
|
-
Fertil
-
-
Fertil
Fertil
(Dipecah)
-
-
Fertil
Fertil
Fertil
-
Fertil
Fertil
Fertil
-
Fertil
Fertil
-
Fertil
-
Fertil
Fertil
-
Fertil
Fertil
-
-
-
-
|
-
Ada
-
-
Mati
-
-
Hidup
Hidup
Mati
Mati
-
Mati
Hidup
Mati
-
-
-
Mati
Mati
Mati
(Dipecah)
Mati
-
-
Mati
Mati
-
-
-
-
|
Sumber: Laporan Sementara Praktikum Teknologi Penetasan Unggas 2010
Tabel 2.2 Data Pengaturan Ventilasi
Hari
ke-
|
Keterangan
|
1-3
4
5
6
7-menetas
|
Ventilasi bagian atas tertutup
(seluruhnya)
Ventilasi dibuka ¼ bagian
Ventilasi dibuka ½ bagian
Ventilasi dibuka ¾ bagian
Ventilasi dibuka seluruhnya
|
Sumber: Laporan Sementara Praktikum Teknologi Penetasan Unggas 2010
Gambar 2.1 Candling Telur
Gambar 2.2 Telur Dipecah Pada Saat Candling
2.
Pembahasan
Penetasan merupakan proses
perkembangan embrio di dalam telur sampai telur pecah menghasilkan anak ayam.
Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan (artifisial) menggunakan mesin tetas.
Telur yang digunakan adalah telur tetas, yang merupakan telur fertil atau telur
yang telah dibuahi oleh sperma, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit, bukan
dari peternakan ayam petelur komersil (Suprijatna
et all, 2005).
Dalam praktikum ini digunakan mesin
tetas untuk menetaskan telur tetas. Telur yang telah diseleksi dan memenuhi
persyaratan untuk ditetaskan segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, namun
sebelumnya telur dibersihkan, ditimbang dan diukur untuk mengetahui indeks
telur. Sejak telur dimasukkan pada hari pertama sampai dengan tiga hari
kemudian, kegiatan rutin yang dilakukan yaitu kontrol temperatur mesin tetas,
kontrol alat pemanas dan tidak dilakukan pemutaran telur. Pengontrolan
dilakukan 6 kali sehari, pada jam 07.00; 09.00; 11.00; 13.00; 15.00 dan 17.00
WIB. Mesin tetas berfungsi mengganti peran induk unggas dalam penetasan telur untuk
menghasilkan anak unggas. Cara kerja mesin tetas pada prinsipnya meniru induk
unggas pada waktu mengerami telurnya. Itulah sebabnya mesin tetas yang baik
dapat menciptakan kondisi sebagaimana kondisi alami oleh induk unggas. Untuk
menciptakan kondisi yang ideal seperti pada penetasan alami, harus diperhatikan
panas atau temperatur, kelembaban, sirkulasi udara (O2) dalam ruang
mesin tetas dan pemutaran telur.
Menurut Suprijatna et all (2005),
perkembangan embrio akan mengalami istirahat, tidak berkembang pada kondisi
temperatur tertentu, yaitu yang disebut sebagai physiological zero. Temperatur
tersebut adalah 75oF (23,6 oC). Di atas
temperatur tersebut, embrio akan berkembang dengan baik. Pada praktikum ini,
suhu yang digunakan pada awal penetasan minggu pertama berkisar antara 37- 40oC. Hal ini dikarenakan
telur membutuhkan panas yang lebih pada awal penetasan. Pada mesin tetas ini,
panas yang dihasilkan dari lampu pijar. Panas yang berasal dari sumber listrik
( lampu ) disalurkan ke dalam ruangan dan secara otomatis lampu akan mati jika
suhu yang diinginkan telah tercapai.
Penetas (pemanas dari listrik) yang
menggunakan tenaga listrik dilengkapi dengan lampu pijar dan seperangkat alat
yang disebut termostat (termoregulator). Alat ini dapat mengatur suhu di dalam
ruangan penetasan secara otomatis. Jika panasnya melebihi batas yang kita
tentukan, maka termoregulator akan bekerja memutus arus listrik, akibatnya
lampu pijar menjadi mati. Demikian suhu udara di dalam mesin tetas tetap
stabil. Apabila dengan waktu tertentu ruangan atau kotak itu suhunya rendah,
maka termostat bekerja kembali untuk menyambung arus dan lampu pijar menyala
pula (Marhiyanto, 2000). Dalam pelaksanaan
praktikum temperatur di dalam mesin
tetas dikontrol kestabilannya setiap saat, mengingat panas dari mesin tetas
dipengaruhi oleh keadaan udara dan cuaca diluar mesin tetas. Pengontrolan
temperatur alat tetas dengan melihat angka pada termometer sebagai pengatur
suhu yang diletakkan diantara sela-sela telur tersebut. Usahakan jika pintu
ditutup masih bisa dimonitor (dilihat) dari luar melalui kaca. Termometer ini
sangat diperlukan karena untuk mengetahui suhu yang dibutuhkan. Jika tidak
tepat maka penyesuaian temperatur dengan memutar sekrup pada termostat.
Menurut Suprijatna et all (2005),
terdapat tiga temperatur optimal untuk perkembangan embrio, yaitu sebagai
berikut :
Pada saat perkembangan embrional
didalam tubuh induk. Pada saat berlangsung pertumbuhan embrio di dalam tubuh
induk, yaitu bermula dari terbentuknya zygote sampai telur dikeluarkan dari
tubuh maka temperatur optimal adalah merupakan temperatur tubuh induk.
Temperatur tubuh induk ayam berfluktuasi sekitar 105 – 107oF (40,6 – 41,7oC)
Pada saat perkembangan embrional
selama 19 hari pertama penetasan. Temperatur optimal pada saat ini sangat
bervariasi tergantung jenis mesin tetas, besar telur dan jenis telur. Pada
mesin tetas jenis forced-draft, temperatur yang ideal adalah 99,5oF (36,7 oC), sedangkan
untuk jenis still-air yaitu 1oF lebih tinggi.
Perkembangan embrio pada saat 20-21
hari penetasan. Temperatur optimal untuk mesin tetas forced-draft adalah lebih rendah daripada 19 hari pertama, yaitu
antara 98 - 99 oF (36,7
- 37,2 oC).
Kelembaban selama penetasan pun
diperhatikan. Dengan adanya bak air yang terdapat dibawah rak telur berfungsi
untuk mengatur kelembaban dalam ruangan mesin tetas dengan cara menambah atau
mengurangi air dalam bak air. Menurut Suprijatna et all (2005), kelembaban
udara dalam mesin tetas yang optimal selama penetasan harus dijaga sehingga
tidak terjadi dehidrasi maupun terlalu lembab. Kelembaban yang optimal berkisar
50 - 60%. Sedangkan menurut Shanawany (1994), untuk menjaga agar tidak terjadi
penguapan yang berlebihan perlu diatur kelembaban pada 65 – 70%. Mulai hari
ke-20, kelembaban dinaikkan menjadi lebih dari 70%. Cara lain dengan melihat
pada kaca ventilasi masin tetas. Bila pada kaca terdapat butir-butir air
berarti kelembaban terlalu tinggi. Dalam kondisi tersebut, kaca segera dilap
sampai kering, ventilasi dibuka dan bak air dikeluarkan. Ada kalanya kelembaban
di dalam mesin tetas terlalu tinggi atau terlalu rendah sehingga perlu
dilakukan pengaturannya (Suharno, 2000).
Dari pengamatan diketahui pada awal
penetasan temperatur tinggi sedangkan kelembaban rendah. Sedangkan setelah
akhir penetasan temperatur rendah sedangkan kelembaban tinggi. Dengan
temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi akan membantu proses
penetasan telur atau keluarnya anak ayam dan karena panas telah dapat diproduksi
oleh anak ayam yang masih dalam cangkang.
Peredaran udara dalam mesin tetas
berjalan lancar dengan mengatur ventilasi (lubang angin). Udara segar masuk ke
dalam mesin tetas melalui ventilasi dibagian atas mesin tetas. Udara kotor
keluar melalui ventilasi di bagian bawah. Ventilasi pada bagian atas pada awal
penetasan harus ditutup, baru setelah pada hari ke-4 dibuka sedikit demi
sedikit dan pada hari ke-7 terbuka seluruhnya sampai akhir penetasan. Menurut
Suprijatna (2005), pengaturan ventilasi agar sirkulasi udara di dalam mesin
tetas berjalan lancar. Pengaturannya sebagai berikut:
Hari ke-1 sampai ke-3, ventilasi di
bagian atas tertutup terus (seluruhnya).
1.
Hari ke-4, ventilasi dibuka ¼
bagian.
2.
Hari ke-5, ventilasi dibuka ½
bagian.
3.
Hari ke-6, ventilasi dibuka ¾
bagian
4.
Hari ke-7, sampai menetas,
dibuka seluruhnya.
Semakain hari ventilasi mesin
penetas mengalami penambahan pembukaan dengan maksud bahwa pada awal penetasan
embrio belum mampu untuk bernafas atau mengeluarkan CO2 dan
membutuhkan O2. sedangkan menjelang akhir penetasan embrio, telah mampu bernafas
dan mengeluarkan CO2 sehingga semakin hari ventilasi dibuka lebar.
Kegiatan yang juga dilakukan pada
praktikum hari ke-4 yaitu pemutaran telur. Pemutaran telur dimaksudkan untuk
meratakan panas yang diterima telur (mencegah dinding kerabang tidak kering),
menghindari embrio lengket pada satu sisi saja (embrio tetap berada pada
posisinya dibagian tengah telur) dan embrio mendapatkan nutrien yang lebih
segar. Menurut Sudrajad (2001),
pemutaran dilakukan sampai pada hari ke-18. Tidak dianjurkan untuk mengangkat
telur pada saat pemutaran (Soedjarwo, 1999). Untuk mempermudah pemutaran telur
selama praktikum, telur diberi tanda dengan spidol sehingga bisa menghindari
kesalahan. Menurut Marhiyanto (2000), penataan telur tidak boleh sembarangan.
Tetapi ditata dengan cara ditegakkan, bagian ujung yang lebih kecil harus
diatas dan bagian bulat atau tumpul berada dibawah.
Apabila telur tidak diputar maka
akan terjadi persinggungan yolk dengan bagian albumen lain yang mengandung
enzim lisosim yang akan menguraikan protein sehingga akan mengkibatkan kematian
embrio yang sedang berkembang (Suprijatna, 2005). Telur yang ditetaskan diberi
tanda untuk mempermudah pembalikan telur supaya merata, banyaknya pembalikan
minimal 3 kali dalam 24 jam, kecuali pada hari ke-19 hingga menetas tidak tidak
diperlukan pembalikan lagi, yang penting pemeriksaan air dalam mesin tetas
jangan sampai kering karena dapat menyulitkan pecahnya kulit telur dan akhirnya
bibit akan mati (www.dikti.org/p3m/vucer9/02116s.html).
Pemutaran telur pada selama praktikum penetasan yaitu pada jam 07.00; 09.00;
11.00; 13.00; 15.00 dan 17.00 WIB.
Kegiatan yang dilakukan pada hari
ke-7 yaitu peneropongan telur (candling). Pemeriksaan telur dilakukan dengan
teropong yang dilengkapi sumber cahaya lampu pijar atau sinar matahari. Menurut
Nuryati et al (1998), peneropongan telur dengan cara memeriksa bagian dalam
telur dengan bantuan cahaya, dengan cara menempelkan telur pada alat teropong
dengan posisi 450 dan memutarnya sampai dalam telur terlihat jelas. Alat
teropong bisa menggunakan senter yang diberi kertas gelap.
Pemeriksaan telur tahap pertama
merupakan seleksi pertama selama proses penetasan. Peneropongan telur dilakukan
tiga kali selama proses penetasan telur, yaitu hari ke-7, 14, dan 18, dengan
menggunakan alat peneropong telur (candling lamp). Peneropongan telur bertujuan
untuk mengetahui telur kosong atau infertil, telur hidup yang ditandai dengan
adanya tunas atau cabang-cabang urat darah ataupun gumpalan gelap yang akan
bergerak bila telur digerakkan (diputar) dan telur mati yang ditandai dengan
titik atau lingkaran ataupun gumpalan berwarna kehitaman yang tidak bergerak.Telur
yang tidak fertil harus dikeluarkan dan dimanfaatkan sebagai telur konsumsi.
Pada peneropongan hari ke-7,
didapatkan 12 (no.1, 2, 4, 12, 16, 24, 27,28,29,30) telur yang mati atau
infertil. Peneropongan pada hari ke-14 dan 18, tidak didapatkan telur yang
infertil. Biasanya jika setelah peneropongan hari ke-14 tidak ada yang infertil
maka hari ke-18 tidak ada yang infertil juga. Menurut Soedjarwo (1999), telur
infertil dan mati sebaiknya dikeluarkan dari mesin tetas. Hal ini karena telur tersebut tidak akan menetas dan dapat
menimbulkan bau busuk yang akan mengganggu proses penetasan.
Menurut Marhiyanto (2000), Cara
untuk mengetahui apakah telur itu kosong atau akan menetas dapat dilakukan
dengan meneropong menggunakan lampu senter :
1.
Jika di dalam telur tersebut
tampak urat-urat darah maka berarti kelak akan menetas.
2.
Jika sama sekali tidak ada
titik maupun urat-urat darah berarti telur kosong.
3.
Jika ada titik darah
ditengah-tengah, berarti mbrio mati (bibit mati) dan tidak akan menetas.
4.
Jika separuh tampak gelap,
berarti telur mati.
5.
Jika pada hari ke-5 sampai hari
ke-7 dilakukan pemeriksaan dan mendapatkan telur kosong, maka telur tersebut
bisa dikonsumsi artinya bisa dimakan. Sedangkan telur kosong pada hari ke-14
san 15 sebaiknya dibuang saja.
C. Tahap Akhir Penetasan
1. Hasil Pengamatan
Tabel 3. Data Perlakuan Terhadap DOC
Nomor
telur tetas
|
Keterangan
|
2
8
9
14
|
Mati
Mati
Mati
Mati
|
Sumber : Laporan Sementara
2. Pembahasan
Penetasan telur yang dilakukan pada
telur ayam kampung dalam praktikum ini adalah sebanyak 30 butir. Telur yang
ditetaskan didalam mesin tetas selama penetasan didapatkan telur infertil,
telur fertil mati, telur fertil dan menetas. Pada penetasan telur ini, untuk
hari ke-20 dan 21 terjadi proses pemecahan kulit telur. Menurut Soeyanto (1981)
bahwa proses pemecahan kulit telur terjadi pada hari ke-20 dan 21, kepala
dengan paruh ditekan ke kutub sambil memperpanjang diri, sehingga menggelembung,
kemudian kulit telur sepotong demi sepotong pecah. Dengan menggunakan kekuatan
sedikit demi sedikit kutub tumpul itu terangkat dan keluarlah anak ayam dari
kulit telur yang menyelubunginya.
Pada
praktikum yang telah kami lakukan didapat 4 butir telur yag berhasil bertaha
sampai hari ke 21, yaitu telur nomor 2, 8, 9 dan 19. Dari keempat telur
tersebut tidak ada yang berhasil menetas walaupun embrio didalam sudah
berkembang secara sempurna. Embrio tersebut tidak bisa melewati masa kritis
yaitu hari ke 19 sampai hari ke 21. Kegagalan dapat
terjadi dalam proses penetasan dengan mesin tetas. Menurut Sudrajat (2003)
bahwa kegagalan menetas pada telur-telur tetas disebabkan oleh kualitas telur
juga disebabkanoleh kualitas faktor mesin tetas itu sendiri, antaralain (1)
Suhu mesin tetas tidak stabil, misalnya listrik mati atau suhu mesin tetas
sering naik turun (2) Udara dalam mesin tetas terlalu kering (3) Kesalahan
dalam mengoperasikan mesin tetas dan (4) Kurang tepatnya dalam membalik telur
dalam mesin tetas sehingga embryo dalam telur mati.
Tahap
akhir dalam proses penetasan yakni segera setelah DOC dikeluarkan maka segera
dilakukan sanitasi pada mesin tetas. Cara-cara sanitasi alat tetas yang selesai
digunakan antaralain : (1) Membuang dan membersihkan kulit telur yang menetas
dan telur yang tidak menetas dari rak telu, (2) Membersihkan bak air, (3)
Mengeluarkan termometer dari mesin tetas dan membersihkannya, (4) Membersihkan
seluruh kotoran yang ada didalam kotak penetasan telur.
Pendapat Chan dan Zamrowi (1993) bahwa anak ayam yang baru menetas
dibiarkan berada didalam alat penetasan selama 24 jam dan tidak diberi makan.
Hal ini disebabkan didalam tubuh DOC masih ada persediaan makanan pada yolk.
Cangkang telur yang menetas dibiarkan pada tempatnya karena berguna untuk
melatih anak ayam mematuk dan meninbulkan rangsangan makan karena terdapat
sisa-sisa makanan dalam cangkang tersebut. Cangkang telur ini sebagai sumber
kalsium bagi anak ayam yang baru menetas.
D.
Evaluasi Penetasan
1. Hasil Pengamatan
Fertilitas =
MortalitasTelur
=
Daya Tetas =
Candling I
Fertilitas =
Telur infertil = 1 butir (Nomor 12)
Telur fertil = 19 butir
Fertilitas =
x 100%
Mortalitas Telur =
Mortalitas
Telur =
Candling II
Telur infertil = - butir
Telur fertil = 19 butir
Fertilitas =
MortalitasTelur =
Mortalitas Telur =
Candling III
Telur infertile = butir
Telur fertile = butir
Fertilitas =
MortalitasTelur =
Mortalitas
Telur =
Daya Tetas =
Daya Tetas =
Kualitas Tetas =
Mortalitas
Telur Total =
2. Pembahasan
Dalam suatu usaha penetasan, masalah
masalah yang selalu harus dijaga adalah mencegah atau menekan kegagalan
penetasan sekecil mungkin. Besar atau kecilnya jumlah yang menetas menentukan
kelangsungan usaha penetasan itu atau menentukan usaha pemeliharaan
selanjutnya. Suatu hal perlu diperhatikan adalah sulitnya untuk mengetahui
apakah usaha penetasan itu akan berhasil atau tidak. Sebab, walaupun seorang
pelaksana penetasan yang telah bekerja baik, semua syarat diperhatikan dengan
baik, seperti alat tetas, ruang penetasan dan lain-lain, masih saja ada telur
yang tidak menetas atau anak-anak ayam yang menetas dalam wujud yang tidak
normal (Rasyaf, 1990).
Tahap akhir dari penetasan adalah
evaluasi penetasan. Hal-hal yang dievaluasi meliputi fertilitas, mortalitas dan
daya tetas. Menurut Tri-Yuwanta (1983), fertilitas adalah perbandingan antara telur fertil dengan telur
yang ditetaskan dan dinyatakan dalam
persen. Mortalitas adalah jumlah embrio yang mati selama proses penetasan dan
dinyatakan dalam persen. Daya tetas adalah jumlah telur yang menetas dari
sekelompok telur fertil yang dinyatakan dalam persen.
Pada candling/peneropongan I dilakukan
pada hari ke-3 setelah telur dimasukkan mesin tetas. Berdasarkan candling I
diperoleh data bahwa fertilitas telur tetas sebesar 95 %. Dari 20 butir telur
yang ditetaskan terdapat 1 butir yang infertil. Tanda-tanda fertilitas telur
dapat dilihat ada tidak adanya lingkaran hitam kecil, bila bergerak maka embrio
hidup dan sebaliknya apabila tidak bergerak atau telur terlihat bening maka
telur tersebut infertil. Fertilitas 95 % diperoleh dengan membandingkan telur
fertil (19 butir) dengan telur yang ditetaskan seluruhnya (20 butir) dan
dikalikan 100 %. Pada saat pengecekan satu telur yang infertil (telur nomor 12)
tidak terdapat embrio. Dari angka fertilitas yang sebesar 95 % maka akan
didapat angka mortalitas telur tetas sebesar 5 %.
Pada candling II angka fertilitas
telur tetas sebesar 100 %. Pada candling II ini terlihat adanya urat-urat darah
pada semua telur. Mortalitas pada candling II ini adalah 0 %, karena semua
telur fertil terdapat embrio yang hidup. Candling II ini dilakukan pada hari
ke-7 setelah telur dimasukkan mesin tetas.
Candling III yang dilakukan pada hari
ke-18 didapatkan angka mortalitas sebesar 0 % dan fertilitas 100 %. Telur-telur
yang ditetaskan memiliki berat yang lebih besar dibandingkan dengan berat telur
pada saat pemasukan ke mesin tetas. Hal ini disebabkan karena embrio yang
terdapat didalam telur berkembang menjadi calon anak ayam.
Dari telur yang menetas sebanyak 9
ekor, diperoleh daya tetas sebesar 47,37 %, kualitas tetas sebesar 45 % dan
mortalitas total yang didapat dalam penetasan ini sebanyak 55 %. Menurut Rasyaf
(2002), telur yang tidak menetas menjadi lebih banyak bila menggunakan mesin
tetas dibandingkan dengan pengeraman dengan induk ayam. Kesalahan temperatur,
kelembaban mesin tetas atau terlalu banyak menggunakan obat pembunuh kuman
dapat menyebabkan banyak telur yang tidak menetas.
Menurut Sudrajad (2001), bila setelah
22 hari banyak telur yang
belum menetas berarti telur tersebut gagal menetas, penyebabnya antara lain :
1. Suhu mesin tetas tidak stabil, misalnya listrik
sering padam.
2. Udara dalam mesin tetas terlalu kering
karena kealpaan mengisi air dalam bak yang berada dalam mesin tetas.
3. Keteledoran dalam membalik telur dalam
mesim tetas.
Berdasarkan data diatas dapat
disimpulkan yaitu mortalitas dari candling I sampai candling III mengalami
penurunan. Daya tetas telur merupakan indikator banyaknya anak ayam yang
menetas dari sejumlah telur
yang bertunas. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya tetas telur menurut Rukmana (2003) adalah sebagai
berikut:
1. Kesalahan-kesalahan teknis pada waktu
memilih telur tetas.
2. Kesalahan-kesalahan teknis dari petugas
yang menjalankan mesin tetas atau kerusakan teknis pada mesin tetas.
3. Iklim yang terlalu dingin atau terlalu
panas, sehingga mengakibatkan menurunnya daya tetas telur.
4. Faktor yang terletak pada ayam sebagai
sumber bibit, antara lain sebagai berikut:
a. Sifat Turun Temurun: Telur tetas yang berasal dari babon dengan daya
produksi tinggi bukan saja fertilitasnya yang tinggi, tetapi juga daya tetasnya
tinggi.
b. Perkawinan: Perkawinan antara keluarga dekat (tanpa
seleksi) kadang-kadang menghasilkan telur-telur yang daya bertetas rendah
c.
Makanan: Defisiensi vitamin (A,B2, B12,D,E dan asam pantothenat
dapat menyebabkan daya tetas telur berkurang).
d. Perkandangan : Temperatur dalam kandang yang terlalu
dingin atau terlalu panas akan menurunkan daya tetas telur
Telur yang
mempunyai fertilitas tinggi pada umunya mempunyai daya tetas yang tinggi pula.
Namun, untuk menghasilkan telur yang daya tetasnya tinggi, perlu memperhatikan beberapa
syarat berikut ini :
1. Telur tidak terlalu besar, tetapi tidak
terlalu kecil.
2. Umur telur tetas antara 1-6 hari. Umur
telur yang melewati hari tersebut cenderung daya tetasnya menurun.
3. Telur berasal dari induk dan pejantan yang
sehat
4.
Telur dalam keadaan bersih
5.
Kulit telur rata.
6. Telur tidak cacat atau rusak.
7. Telur berbentuk oval atau bulat telur.
(Jayasamudera, 2005).
Kegagalan
penetasan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
1. Nisbah kelamin.
Rasio jantan betina tidak
tepat, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit (jantan per betinanya),
terutama peranannya dalam memberikan sperma bagi betina.
2. Temperatur selam penetasan.
Embrio yang sedang tumbuh di
dalam telur tetas membutuhkan temperatur yang optimum selama penetasan.
Temperatur yang optimum untuk telur tetas tidak sama pada semua telur, tetapi
tergantung pada :
a. Besar telur, telur yang besar membutuhkan
temperatur optimum yang relatif berbeda dengan telur yang kecil.
b. Kualitas kerabang, kontak dengan dunia
luar dilakukan melalui kerabang ini, sehingga kontak dengan temperatur juga
melalui kerabang.
c. Genetik, termasuk di sini adalah breed dan
strain unggas tersebut.
d. Umur telur ketika dimasukkan ke dalam rak
mesin tetas, semakin lama umur telur itu akan semakin buruk kualitas
kerabangnya maka pori-pori akan bertambah banyak dan semakin labil pengaruhnya
terhadap temperatur.
3. Kelembaban selama penetasan.
Banyak kegagalan penetasan
karena air pembentuk kelembaban kosong.
4. Penyediaan udara selama penetasan.
Semakin besar embrio semakin
banyak udara yang dibutuhkan dan ventilasi semakin penting.
5. Posisi telur pada rak penentasan.
Banyak mesin tetas komersial
menganjurkan peletakan telur dalam posisi horizontal dan diputar pada saat-saat
tertentu. Pemutaran akan dapat meningkatkan daya tetas dan sudut putaran pun
akan meningkatkan daya tetas.
(Rasyaf, 1990).
Menurut
Haryoto (1999), kegagalan penetasan memiliki beberapa kemungkinan sebagai
berikut:
1. Telur tidak berbibit kerena perkawinan
tidak baik, misalnya pejantan terlalu pendek, taji terlalu panjang, ayam terlalu
gemuk, induk terserang penyakit berak kapur, atau penyakit lain yang
mempengaruhi daya tetas
2. Umur induk terlalu muda atau terlalu tua
3.
Pakan kurang bergizi
Daya tetas
menurut Shanaway (1994), dipengaruhi beberapa faktor antara lain:
1.
Berat telur
Berat telur yang terlalu besar atau terlalu kecil
menyebabkan menurunya daya tetas. Berat telur yang ditetaskan harus seragam dengan bangsa dan tipe ayamnya.
2.
Penyimpanan telur
penyimpan paling lama 1 minggu. Penyimpanan diatas 4
hari menyebabkan Daya tetas menurun sebesar 25 % setiap hari. Untuk telur baru,
penyimpanan pada temperatur 21-230C menyebabkan physiological zero, artinya embrio dalam kondisi tidak mengalami
pertumbuhan. Temperatur
optimum, untuk penyimpanan telur adalah sebesar 16-18 0C dengan RH 75-80%.
3.
Tempeteratur
Temperatur optimuim pada
permukaan atas telur 39-39,5 0C.
4.
Kelembaban
Kelembaban yang trepat membantu agar pertumbuhan embrio
sempurna dan normal. Kelembaban yang optimal adalah sebesaqr 65-70%.
5.
Ventilasi
Ventilasi berfungsi untuk distribusi panas dan
kelembaban mengeluarkan CO2 dan suplai O2. kelembaban
minimal sebesar 18%.
6.
Posisi dan Pemutaran telur
Berfungsi untuk meratakan
panas sert menjaga agar embrio tidak menempelpada kerabang telur. Setiap
pemutaran germinal disc akan bersentuhan
dengan nutrien yang segar. Tanpa pemutaran kekurangan
nutien dan oksigen.
7.
Nutrisi induk
Defisiensi pada induk dapat menyebabkan gangguan pada
pertumbuhan dan menyebabkan kematian embrio.
8.
Kesehatan Induk
Apabila induk tidak sehat maka dapat mengganggu transfer
nutrienke dalam telur, sehingga embrio kekurangan nutrien. Akibat selanjutnya dapat menurunkan daya tetas.
9.
Infeksi bakteri/ virus
Infeksi bakteri/virus pada
telur dapat menyebabkan kematian embrio.
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan
yang dapat diambil dari praktuikum penetasan unggas ini antara lain adalah:
1. Persiapan yang dilakukan untuk penetasan
telur yaitu pemilihan telur dengan warna yang seragam, tidak retak, tidak
kotor, tekstur halus dan berbentuk bulat atau oval.
2. Didapat rata-rata telur ayam yang
digunakan yaitu panjang 4,74 cm, rata-rata lebar 3,33 cm dan indeks sebesar
70,48 cm, dan berat rata-rata 46 gr.
3. Pengaturan ventilasi selama penetasan
a.
Hari
ke-4 ventilasi dibuka 1/4 bagian.
b.
Hari
ke-5 ventilasi dibuka 1/2 bagian.
c.
Hari
ke-6 ventilasi dibuka 3/4 bagian.
d.
Hari
ke-7 sampai memnetas dibuka seluruhnya.
4. Pemutaran telur dimulai pada hari keempat,
dan selama penetasan dilakukan pemutaran sebanyak 6 kali sehari.
5. Peneropongan (candling) dilakukan sebanyak
tiga kali, yaitu pada hari ke-7, hari ke-14, dan hari ke-18.
6. Candling pertama didapatkan satu telur
yang kosong/infertil, dan sisanya fertil sampai hari ke-18.
7. Faktor yang berpengaruh selama proses
penetasan yaitu suhu, kelembaban, sirkulasi udara dan pemutaran telur.
8. Penanganan telur pasca menetas.yaitu DOC
dibiarkan selama 224 jam dalam inkubator agar tetap hangat.
9. Baru setelah 24 jam dilakukan penanganan
lebih yang lebih lanjut seperti seleksi, broaading, vaksinasi dan pengemasan
untuk pendistribusian lebih lanjut.
10. Penanganan alat penetasan yaitu
dibersihkan dengan air dan disemprot dengan disinfektan serta sisa cangkang
dikeluarkan dan dibersihkan.
11. Dari hasil prakikum diperoleh daya tetas
sebesar 47,37 %, kualitas tetas sebesar 45 % dan mortalitas telur total sebesar
55 %.
12. Angka mortalitas tiap dilakukan candling
mengalami penurunan dari 5 % menjadi 0 %.
13. Peneropongan telur bertujuan untuk
mengetahui telur kosong/ infertil, telur hidup yang ditandai dengan adanya
tunas dengan cabang-cabang urat darah dan telur mati yang ditandai dengan
titik/ atau lingkar berwarna kehitaman
B. SARAN
Saran dari
kelompok kami dalam praktikum ini yaitu antara lain sebelum kita melakukan
proses penetasan kita setidaknya tahu apa yang harus dan akan kita lakukan dlam
praktikum ini, para mahasiswa diharapkan dapat mengambil segala pelajaran yang
ada dan kita tidak boleh sembarangan dalam melakukan penetasan karena bila kita
tidak rajin memutar telur tentunya akan banyak telur yang tidak menetas.
Untuk mesin
yang akan digunakan diusahakan menggunakan mesin tetas yang masih dalam kondisi
yang bagus dan dapat digunakan. Selama proses penetasan air harus selalu
diisi. Sebaiknya pada bak air diberi
tutup kawat kasa agar pada saat telur menetas anak ayam tidak tercebur ke dalam
air yang dapat menyebabkab kematian.
Dan kami
ucapkan banyak terima kasih pada para co-ass praktikum penetasan unggas kali
ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi,
R. 1085. Kemajuan Mutakhir Dalam Ilmu
Makanan Ternak Unggas. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Akoso, B.
T. 1993. Manual Kesehatan Unggas Panduan
Bagi Petugas Teknik, Penyuluh Dan Peternak. Kanisius. Yogyakarta.
Anonimus.
2005. WWW.Dikti.org/p3m/vucerg/02116s.html (diakses hari senin tanggal 21 Mei 2007 pukul 15:45
WIB)
Haryoto.1999. Beternak Ayam Kate Emas.
Kanisius. Jakarta
Jayasamudera,
Dede Juanda dan Cahyono Bambang. 2005. Pembibitan
Itik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Marhiyanto, B. 2000. Suksses Beternak Ayam Arab. Difa Publiser. Jakarta.
Nuryati,
T. N., Sutarto, M. K dan P. S. Hardjosworo. 1998. Sukses Menetaskan Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M., 1990. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta.
________., 2002. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rukmana
Rahmat. 2003. Ayam Buras: Intensifikasi
dan Kiat Pengembangan. Kainisius. Jakarta
Shanawany.
1994. Quail Production Systems. FAO of The United Nations. Rome.
Soedjarwo,
T. 1999. Membuat Mesin Tetas Sederhana.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudaryani
dan H. Santoso. 2000. Pembibitan Ayam Ras.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudrajad.
2001. Beternak Ayam Vietnam untuk Aduan.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Suharno, B
dan Khairul, A. 2000. Beternak Itik
Secara Intensif. Penebar. Swadana. Jakarta.
Suprijatna, Umiyati, Ruhyat., 2005. Ilmu
Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tri-Yuwanta.
1983. Beberapa Metode Praktis Penetasan
Telur. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
http://galeriukm.web.id/peluang-usaha/analis-usaha-penetasan-telur-ayam
http://sentralternak.com/index.php/2008/09/01/tips-dan-trik-dalam-penetasan-telur-unggas/
http://agromedia.net/Artikel/kunci-sukses-penetasan-telur.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar