Senin, 05 April 2010

Kesehatan Ternak

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan hewan adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang menyusun dan cairan tubuh yang kandungannya secara fisiologis fungsi normal. Kerusakan sel mungkin terjadi secara normal sebagai akibat proses pertumbuhan yang dinamis demi kelangsungan hidup, sehingga terjadi pergantian sel tubuh yang rusak atau mati bagi hewan yang sehat. Di lain pihak, keusakan mungkin saja tidak mengalami pergantian bagi hewan yang mengalami gangguan karena serangan penyakit atau gangguan lain yang rusak fungsi sel dan jaringan.

Ayam merupakan komoditi peternakan yang memiliki kontribusi besar terhadap pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat pada umumnya. Seiring degan pesatnya pertumbuhan industri perunggasan khususnya ayam petelur, secara otomatis memerlukan perbaikan dan pengembangan manajemen untuk keberhasilan suatu usaha peternakan ayam petelur.

Tata laksana pengendalian penyakit adalah faktor penting yang terkait langsung dengan pelaku usaha peternakan, pada kenyataan dilapangan faktor tersebut cenderung mendapatkan perhatian yang kurang. Namun demikian dapat dilihat kenyataan di lapangan bahwa tata laksana pengendalian penyakit yang benar dalam peternakan ayam memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan usaha peternakan ayam. Ayam yang terkena penyakit sangat menurun produktifitasnya bahkan penyakit yang menular dapat mengakibatkan kematian ayam yang tinggi, dan akhirnya akan merugikan suatu usaha peternakan ayam.

1

Pencegahan penyakit adalah suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap serangan penyakit atau menurunkan keganasannya. Vaksin merupakan salah satu diantara berbagai cara yang efektif untuk melindungi individu terhadap serangan macam berbagai jenis penyakit tertentu. Tindakan vaksinasi adalah salah satu usaha agar hewan yang divaksinasi memiliki daya kebal sehingga terlindung dari serangan penyakit.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak ini adalah :

a. Agar mahasiswa dapat membedakan ayam yang sakit dan sehat.

b. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis vaksin dan cara penggunaannya, serta mahasiswa dapat melakukan proses vaksinasi.

C. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak ini dilaksanakan tanggal 24 Oktober 2009 bertempat di Kandang Percobaan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Ternak

Dalam pemeliharaan ternak, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak akibat adanya kematian pada ternaknya. Upaya pengendalian penyakit pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit dan atau pengobatan pada ternak yang sakit. Namun demikian usaha pencegahan dinilai lebih penting dibandingkan pengobatan (Jahja dan Retno, 1993).

Penyakit coccidiosis dikenal juga dengan istilah penyakit berak darah. Coccidiosis disebabkan oleh protozoa genus Eimeria. Akibat penyakit coccidiosis ayam mengalami diare dan radang usus (enteritis). Coccidiosis menyerang ayam muda dan terjadi di bawah kondisi litter yang hangat dan kelembaban tinggi (litter basah).Coccidiosis menyebar dalam bentuk sel tunggal (oocysts) yang dikeluarkan melalui kotoran. Oocysts ini tidak bersifat infeksi dan dapat hidup di luar tubuh ayam selama 2-4 hari . Jika termakan ayam, oocysts akan menuju ke saluran usus. Di dalam usus oocysts akan berkembang dan membelah diri. Proses perkembangan tersebut membutuhkan waktu 4-7 hari. Coccidia menjadi parasit yang hidup di jaringan epitel dan saluran usus sehingga menyebabkan kerusakan dinding usus. Perusakan dinding usus disebabkan oleh jumlah oocysts yang terdaapt di saluran usus cukup banyak sehingga adanya proses perkembanagan oocysts akan menghancurkan sel-sel jaringan lebih banyak (Fadilah, 2008).

3

Penyakit cestodosis disebabkan oleh cacing pita Choanothaenia infundibulum yang terdapat di usus halus ayam dan kalkun. Panjang cacing pita dewasa bisa mencapai 20 cm. Gejala ayam yang terinfeksi cacing ini adalah ayam menjadi lesu, kurus dan terjadi gangguan syaraf. Cacing pita banyak terdapat di dalam usus halus sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pada usus halus tersebut (Anonimus, 2009).

Cacing pita adalah cacing pipih dorsoventral yang berbentuk pita memanjang dan memiliki segmen-segmen, merupakan parasit dalam saluran pencernaan. Cacing pita bersifat hermafrodit yaitu organ reproduksi jantan dan betina terdapat pada setiap segmen dewasa. Bagian-bagian tubuh cacing pita terdiri dari skoleks, leher, dan strobilla. Skoleks dilengkapi dengan empat batil isap dan rostellum yang digunakan sebagai alat untuk menempel pada mukosa usus inangnya. Pada batil isap dan rostellum dilengkapi juga dengan kait-kait tetapi tergantung pada spesiesnya. Bagian leher adalah bagian yang paling aktif dalam pembentukan segmen baru. Strobilla adalah bagian tubuh cacing pita yang paling besar yang terdiri dari segmen-segmen. Strobilla terdiri dari segmen muda, segmen dewasa dan segmen gravid. Pertumbuhan normal cacing pita dewasa memiliki tiga stadium perkembangan segmen yaitu muda (immature), dewasa (mature) dan gravid. Segmen muda memiliki ciri morfologi yaitu adanya perkembangan awal dari organ reproduksi, sedangkan segmen dewasa perkembangannya sudah sempurna dan lengkap. Morfologi segmen dewasa sering digunakan sebagai salah satu kriteria untuk mengidentifikasi cacing pita. Segmen gravid membentuk kantung-kantung yang penuh berisi telur. Segmen gravid akan mengalami proses destrobilisasi dan keluar bersama-sama tinja inang definitif. Tinja inang inilah yang menjadi pembawa sumber infeksi yang sangat potensial (Retnani, 2007).

Pengendalian penyakit ayam, pengertian dan ruang lingkupnya. Dalam usaha peternakan ayam dikenal ada tiga perangkat utama yang menentukan kesuksesan usaha yaitu penggunaan bibit unggul, pemberian ransum yang bermutu, pelakasanaan tata laksana secara efisien, dan pengendalian penyakit secara benar dan tepat (Sudarmono, 2003).

Ayam yang sehat antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut, posisi berdiri terlihat normal tidak lumpuh (bengkak atau bengkok pada kaki dan sayap), kepala dan wajah tampak normal (tidak bengkak), tidak keluar lendir dari hidung, warna pial dan jengger terlihat bersih atau kering tidak ada perubahan warna, dan bulu di sekitar kloaka terlihat bersih atau kering tidak lengket oleh kotoran ayam (Anonimus, 2009).

Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh ternak, umumnya berupa berbagai jenis cacing dalam saluran pencernaan. Semua jenis umur ayam memungkinkan terserang endoparasit. Gejalanya adalah ayam lesu, pucat, kondisi tubuh menurun, dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi. Apabila ayam mati dibedah, pada saluran pencernakannya terdapat banyak cacing dan terjadi kerusakan pada organ-organ lainnya. Pertumbuhan ayam muda pun terhambat serta produksi ayam yang tengah bertelur cepat menurun (Sundaryani, 2007).

B. Vaksinasi

Vaksinasi adalah suatu tindakan dimana hewan dengan sengaja dimasuki agen penyakit (disebut antigen) yang telah dilemahkan dengan tujuan untuk merangasang pembentukan daya tahan atau daya kebal tubuh terhadap suatu penyakit tertentu dan aman untuk tidak menimbulkan penyakit. Agen tersebut biasanya substansi biologis yang terdiri dari sejumlah jasad renik dari jenis penyakit yang diupayakan untuk dicegah agar tidak menyerang. Apabila kegagalan vaksinasi terjadi, paramedis harus segera menghubungi dokter hewan untuk melakukan analisis kegagalan vaksinasi. Dokter hewan akan menetukan apakah vaksinasi ulang perlu dilakukan (Akoso, 1993).

Cara pemberian vaksin yaitu melalui tetes, suntik/injeksi, melalui air minum, wing-web, dan semprot. Melalui tetes yaitu dengan tetes mata, hidung, atau mulut. Melalui injeksi yaitu subcutan/dibawah kulit dan intra muscular/dalam daging atau otot. Melalui air minum adalah dengan mencampur vaksin dengan air minum, agar efektif ternak dipuasakan dahulu selama 2 jam sehingga air mengandung vaksin dapat segera dikonsumsi. Injeksi subcutan dilakukan dengan memberikan vaksin di daerah leher dengan jarum tidak masuk ke daging melainkan berada diantara daging dan kulit. Dan cara terakhir adalah semprot, cara ini harus dilakukan ketika tidak ada angin sedang berhembus ke kandang, sehingga virus dalam vaksin akan terbang keluar, tidak dihirup oleh ayam. Menurut penelitian terakhir cara inilah yang terbaik (Rasyaf, 1994).

Anak ayam umur 2-16 minggu (mendekati dewasa kelamin) rawan terhadap penyakit Marek's. Walaupun dapat juga menyerang unggas lain seperti puyuh, kalkun dll, namun vaksinasi pasda unggas tersebut tidak lumrah. Ayam dan kalkun dapat diimunisasi terhadap NCD (New Castle Disease). Vaksin aktif dengan virus lemah dianjurkan melalui berbagai cara., seperti melalui air minum, tetes mata, tetes hidung, atau semprot. Sedangkan vaksin inaktif dianjurkan untuk pullet melalui vaksinasi injeksi intramuscular atau subcutan (Jacob et al., 2006).

Vaksin untuk melawan ND biasanya dibuat dari virus jenis ringan (lentogenic) dan sedang (mesogenic). Vaksin ini akan memberikan proteksi terhadap semua bentuk ND. Cara melakukan vaksinasi dengan tetes mata (intra ocular) yaitu melaksanakan vaksinasi dengan cara meneteskan vaksin ke mata ayam. Vaksinasi ND melalui suntik daging dilaksanakan dengan cara menyuntikkan vaksin ke dalam daging, biasanya bagian dada atau paha. Vaksin yang disuntikkan bisa berupa vaksin live atau vaksin killed (Fadilah et al., 2007).

Jenis-jenis vaksin ND antara lain vaksin ND inaktif / vaksin kill (vaksin yang mengandung virus yang sudah diinaktifkan) dan vaksin ND aktif yaitu vaksin yang mengandung virus yang masih hidup atau masih aktif, tetapi sifatnya sudah tidak ganas lagi bagi ayam yang divaksin. Virus ini tidak lagi dapat membuat ayam yang divaksin sakit, tetapi merangsang ayam untuk membentuk antibody (zat penolak) sehingga timbul kekebalan. Berdasarkan jenis virus yang digunakan sebagai bahan, vaksin aktif ND dibedakan menjadi vaksin lentogenik dan vaksin mesogenik (Sundaryani, 2007).

Pemberian vaksin ND ini bertujuan mencegah timbulnya penyakit New Castle Disease pada unggas. Vaksin ini juga dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan pemberian tetes mata, metode injeksi subcutan dan injeksi intramuskuler pada dada (Anonimus, 2009).

III. MATERI DAN METODE

A. Kesehatan Ternak

1. Materi

a. Ayam hidup

b. Pinset

c. Pisau

d. Gunting

e. Tissue

f. Jarum pentul

g. Kapas

h. Ether

2. Metode

a. Memberi ether pada kapas, kemudian menempelkannya pada hidung ayam sampai ayam pingsan

b. Setelah ayam pingsan, kemudian membelah ayam pada bagian perut, sayap difiksasi terlebih dahulu

c. Mengamati organ-organ ayam yang telah dibelah

d. Mengamati tiap organ ayam bentuk dan warnanya

e. Mencatat hasil pengamatan

B. Vaksinasi

1. Materi

a. Automatic injection

b. Alat penggores

c. Spuit

d. Kapas

e. Alkhohol

f. Vaksin cacar

g.

7

Vaksin ND

h. Vaksin ND La Sota

i. Vitamin, obat, dan anti parasit

2. Metode

a. Mempersiapkan automatic injection

b. Memasukkan vaksin ke automatic injection

c. Mempersiapkan ayam yang akan divaksin

d. Menyuntikkan vaksin ke daerah intramuscular dari ayam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kesehatan Ternak

1. Hasil

Tabel 1. Pengamatan eksterior

Nama Organ

Keterangan

Penyakit

Mata

Bening

-

Bulu

Halus, mengkilap

-

Hidung

Normal

-

Sikap

Lincah

-

Gerakan

Lincah

-

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 2. Pengamatan organ dalam

Nama Organ

Warna

Bentuk

Penyakit

Lidah

Tenggorokan

Kerongkongan

Tembolok

Proventrikulus

Duodenum

Usus Halus

Usus Besar

Ceca

Pankreas

Hati

Empedu

Ginjal

Limpa

Merah

Merah muda

Putih

Kuning

Merah muda

Merah

Merah

Merah

Merah pucat

Kuning kemerahan

Merah muda

Hijau tua

Merah tua

Merah

Runcing

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

-

-

-

-

Terdapat cacing pita

Terdapat cacing pipih

-

-

-

-

-

-

-

Sumber : Laporan Sementara

2. Pembahasan

9

Pada praktikum kesehatan ternak ini dapat dilihat pada beberapa organ dalam keadaan normal seperti pada: lidah, tenggorokan, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, usus besar, ceca, pancreas, hati, empedu, ginjal, dan limpa. Tetapi pada bagian duodenum terdapat cacing pita dan usus halus terdapat cacing pipih. Cacing pita tersebut menyebabkan penyakit Cestodosis, sedangkan cacing pipih menyebabkan penyakit Coccidiosis.

Pada unggas yang terserang cacing pita akan mengalami kekurusan, kelesuan, dan anemia yang pada akhirnya akan diikuti dengan merosotnya produksi. Siklus hidup cacing pita yang juga dikenal dengan cestoda pada unggas umumnya melewati inang perantara/vektor seperti kepiting, kutu air, crustacea dan katak (unggas air). Sedang pada unggas darat (ayam) lebih sering menggunakan inang perantara insekta terbang (lalat, kumbang) dan cacing tanah. Karena vektor yang berupa insekta terbang inilah yang menjadikan cacing pita mudah tersebar secara luas. Selain itu, telur-telur cacing pita pada umumnya mempunyai kemampuan yang hebat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Melihat akibat yang ditimbulkannya cukup merugikan, peternak perlu mewaspadai serangan cacing pita tersebut (Anonimus, 2009).

Menurut F.X Suwarta (1990) yang disitasi oleh Anonimus (2009) pada beberapa spesies cacing pita yang biasa menyerang unggas dan sering ditemukan di daerah tropis, yaitu: Davainea proglotina. Ukuran cacing ini sangat kecil, dengan panjang 0,5-3 mm dan mempunyai 3-9 proglotid. Telur-telur yang dihasilkan berada dalam parenkim dari segmen-segmennya yang telah masak. Ukuran telurnya berdiameter 30-40 mikron. Segmen yang mengandung telur yang masak akan dilepaskan bersama-sama dengan feses, dan telurnya akan bersifat aktif pada rumput. Telur-telur tersebut dapat termakan oleh siput/bekicot, dan kemudian berkembang dalam tubuh bekicot. Untuk unggas yang terserang cacing pita cukup efektif jika diobati dengan senyawa tin. Di N-butyl tin dilaurate dengan dosis 250 mg dalam pakan yang diberikan selama 48 jam sangat efektif untuk memberantas raillietina. Untuk amoebotaenia dan davainea dengan menggunakan dosis 500 mg per kg pakan.

B. Vaksinasi

1. Hasil

Tabel 3. Macam-macam vaksin dan obat-obatan

Vaksin

Dosis

Cara pemberian

ND

1 tetes

Tetes mata

Cacar

ND La Sota

1 goresan

3 ml

Digores pada sayap

Disuntikkan pada paha

B Kompleks

Biosolamin

3 ml

3 ml

Injeksi intramuskular

Injeksi intramuskular

Sumber : Laporan Sementara

2. Pembahasan

Pencegahan suatu penyakit adalah suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap serangan penyakit atau menurunkan keganasannya. Vaksinasi merupakan salah satu di antara berbagai cara yang efektif untuk melindungi individu terhadap serangan berbagai macam penyakit tertentu. Tindakan vaksinasi adalah salah satu usaha agar hewan yang divaksinasi memiliki daya kebal sehingga terlindung dari serangan penyakit.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan: ternak harus sehat, jenis dan tipe vaksin, umur ternak dan cara atau metode dalam melakukan vaksinasi, perlakuan terhadap vaksin dan penanganan ternak sebelum dan setelah vaksinasi. Pada praktikum yang dilakukan vaksin yang digunakan antara lain : ND (tetes dan injeksi) dan cacar. Untuk hewan besar diberi vitamin berupa B- kompleks dan Biosolamin.

Vaksin ND ini digunakan untuk mencegah penyakit New Castle Disease dan Infectious Bronchitis. Cara pemberian vaksin ini ada dua cara yaitu dengan tetes mata dan suntik injeksi intramuskular pada bagian paha. Perbedaan metode vaksin ini dikarenakan perbedaan umur ayam yang akan divaksin. Untuk pemberian vaksin ND secara tetes biasanya dilakukan pada anak ayam di tempat penetasan atau pada masa brooding (masa penghangatan) di kandang. Vaksin dilarutkan sesuai dengan konsentrasi dan dosis yang disyaratkan vaksin harus benar-benar mengenai mukosa mata. Pelarut dituangkan ke dalam botol vaksin sehingga terisi 2/3 dari botol tersebut, botol lalu ditutup dan dikocok sampai rata (dengan cara goyangkan dengan arah seperti angka delapan). Selanjutnya diteteskan pada mucosa mata 1 tetes/ ekor sesuai dengan konsentrasi. Vaksin ND dapat juga diberikan dengan penyuntikan pada intramuscular dada dan sub kutan. Vaksin tersebut adalah vaksin ND La Sota. Dosis untuk vaksin ND La Sota adalah 3 ml per ekor dan tidak tergantung dari berat dan umur ayam. Vaksin ini diberikan dalam jangka 1 tahun sekali.

Jenis-jenis vaksin ND antara lain vaksin ND inaktif / vaksin kill (vaksin yang mengandung virus yang sudah diinaktifkan) dan vaksin ND aktif yaitu vaksin yang mengandung virus yang masih hidup atau masih aktif, tetapi sifatnya sudah tidak ganas lagi bagi ayam yang divaksin. Virus ini tidak lagi dapat membuat ayam yang divaksin sakit, tetapi merangsang ayam untuk membentuk antibody (zat penolak) sehingga timbul kekebalan. Berdasarkan jenis virus yang digunakan sebagai bahan, vaksin aktif ND dibedakan menjadi vaksin lentogenik dan vaksin mesogenik (Sundaryani, 2007).

Fowl Pox penyebab virus dari famili Pox. Gejalanya terdapat bungkul cacar pada hidung, pial, dan telinga serta terjadi peradangan pada mulut. Vaksinasi cacar ini sangat berbeda dengan vaksin-vaksin lainnya. Pemberian vaksin ini dilakukan dengan metode tusuk sayap. Vaksin ini dikemas dalam satu vial berbentuk cairan emulsi. Vaksinasi Wing Web (tusuk sayap) dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pelarut (khusus untuk jenis vaksin tersebut) dituangkan ke dalam botol vaksin sehingga terisi 2/3 dari botol tersebut. Botol lalu ditutup, dikocok sampai rata.

b. Larutan vaksin dituangkan ke dalam pelarut, lalu botol ditutup dan dikocok rapat.

c. Jarum penusuk yang sudah disediakan dicelupkan ke dalam larutan vaksin.

d. Lipat sayap ditusuk dari arah sebelah dalam ke arah luar sampai tembus. Hati-hati jangan samapai menusuk pembuluh darah, tulang, dan otot (daging) ayam.

(Sundaryani, 2007).

Dalam praktikum, pada vaksinasi fowl pox dilakukan pada ayam umur 10 minggu. Vaksinasi dilakukan dengan cara:

1. Mensterilkan jarum penusuk terlebih dahulu.

2. Melarutkan vaksin ke dalam botol pelarut dengan mengocoknya.

3. Mencelupkan jarum penusuk pada larutan vaksin.

4. Menggoreskan jarum penusuk pada lipatan sayap ayam.

Pemberian vaksin ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit Fowl Pox.

Pada hewan besar seperti sapi, kambing, dan domba diberikan injeksi intramuscular multivitamin B-complex dan biosolamin. Metode injeksi tersebut pada daerah sub cutan atau intra muscular. Fungsi dari B-complex adalah untuk metabolisme karbohidrat, asam lemak dan protein, imunitas, menambah nafsu makan, dan membantu tumbuh kembang. Dosis yang diberikan sekitar 3 ml per ekor. Biosolamin juga dilakukan dengan cara injeksi. Fungsi dari pemberian biosalamin sebagai penguat otot, biasanya ini diberikan pada sapi yang pincang dan habis melahirkan.


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah sebagai berikut:

a. Pada organ lidah, tenggorokan, kerongkongan, tembolok, proventrikulus, usus besar, ceca, pancreas, hati, empedu, ginjal, dan limpa dalam keadaan normal.

b. Pada bagian duodenum terdapat cacing pita dan usus halus terdapat cacing pipih.

c. Cacing pita menyebabkan penyakit Cestodosis, sedangkan cacing pipih menyebabkan penyakit Coccidiosis.

d. Pemberian vaksinasi pada unggas dilakukan dengan tiga cara, antara lain : tetes mata, injection dan goresan. Pemberian vaksin cacar Fowl Pox dilakukan dengan cara digores pada bagian lipatan sayap. Pemberian vaksin ND dilakukan 2 cara yaitu tetes mata dan injection.

e. Pemberian vaksin Fowl Pox berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit Fowl Pox. Vaksin ND untuk mencegah penyakit Newcastle Disease dan Infectious Bronchitis.

f. Pada hewan besar seperti sapi, kambing, dan domba diberikan injeksi intramuscular multivitamin B-complex dan biosolamin.

g. Fungsi dari pemberian B-complex adalah untuk metabolisme karbohidrat, asam lemak & protein, imunitas, menambah nafsu makan dan membantu tumbuh kembang. Fungsi dari pemberian biosalamin sebagai penguat otot.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan sebagai pertimbangan untuk praktikum selanjutnya adalah :

a. Sebaiknya teknik penyuntikan dilakukan tiap mahasiswa agar mahasiswa lebih mengerti tekniknya.

b.

14

Sebaiknya peralatan dan bahan yang disediakan lebih lengkap lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Anonim. 2009. Waspada Cacing Pita pada Unggas. http://www.poultryindonesia.com/. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

. 2009. Kasus Cacingan pada Ayam. http://infovet.blogspot.com/2009_10_26_archive.html. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Cestodosis Pada Ayam Buras. http//.poultryindonesia. com. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

Fadilah et al., 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Fadilah, Roni dan Agustin Polana. 2008. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara Mengatasinya. Agromedia. Jakarta Selatan.

Jahja dan Retno. 1993. Petunjuk Mendiagnosa Penyakit Ayam. Medion. Bandung.

J.P. Jacob, G.D. Butchaer, and F.B. Mather. 2006. Vaccination of Small Poultry Flock . University of Florida, Institute of Food and Agricultural Sciences (UF/IFAS) . Florida.

Murtidjo, Bambang Agus. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Kanisius . Yogyakarta.

Rasyaf, M . 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadana. Jakarta.

Retnani E & Hadi UK. 2007. Beberapa aspek Cestodosis dan Peran Serangga yang Berpotensi Sebagai Inang Antaranya pada Ayam Petelur [Laporan Akhir Penelitian]. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Sudarmono, A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penebar Swadaya . Jakarta.

Sundaryani, T. 2007. Teknik Vaksinasi dan Pengendalian Penyakit Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gambar 1. Vaksinasi ND

Gambar 2. Vaksinasi ND La Sota

Gambar 3. Cacing pita pada usus halus penyebab penyakit Cestodosis

Gambar 4. Cacing pipih pada usus halus penyebab penyakit Coccidiosis

Ga

Gambar 5. Vaksin yang digunakan pada praktikum

Gambar 6. Peralatan untuk vaksinasi

Gambar 7. Pemberian vitamin pada kambing dan sapi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar